Ukhti…Inni Uhibbuki Fillah
Temu Kader Kesehatan. Hari ini. Aku akhirnya memutuskan untuk pergi.
Awalnya, penuh keraguan, aku urung datang. Dua puluh ribu bukanlah harga yang mahal. Apalagi Wong Solo jadi tempat pilihan. Tapi bagi dompetku harga itu sungguh mahal. Kantongku cekak.
Saudariku, Ani bersedia mendanaiku. Aku mati-matian menolak. Aku akan benar-benar merepotkannya. Saya lebih menyesal jika kamu tidak datang, katanya.
Aku pun mengalah.
Aku sedikit terlambat. Misbah, pasien Skizofrenia yang kabur dari Rumah Sakit Jiwa meneror lorong depan rumahku dengan sumpah serapah dan caci maki. Bagaimana aku akan keluar? Bagaimana jika aku diserang tiba-tiba? Tapi Alhamdulillah, dia pergi juga. Entah ke mana. Yang pasti bukan di sekitar rumahku lagi.
Wong Solo. Inilah tempat tujuanku. Kenapa sepi? Belum banyak akhwat yang berkumpul, tak kulihat kecuali tiga orang saja. Dokter tia dan dokter turah, dua orang seniorku yang telah kukenal, serta seorang akhwat bercadar yang belum kukenal.
Ternyata aku salah. Telah banyak akhwat yang datang. Mereka telah duduk rapi bermajelis dalam sebuah ruangan.
Ini adalah kali pertama aku ke Wong Solo. Tidak banyak kuketahui tentang tempat ini kecuali ayam bakar dan pemiliknya yang mengamalkan ta’addud. Selebihnya aku tidak tahu. Ini pula kali pertama aku mencicipi hidangannya.
Acara dimulai. Aku melewatkan pembukaan acara.
Siapa yang akan kutemui dan bagaimana acara ini berlangsung benar-benar di luar dugaanku. Aku memperoleh lebih dari apa yang aku harapkan.
Taushiah ...hingga khabar cinta. Indahnya semua ini.
Bebarapa akhwat tanpa ragu-ragu berucap,” Ukhti...inni uhibbuki fillah.”
Dijawab oleh yang diberikan ucapan tadi dengan, ”ana aidhan.” ataupun ucapan ”ahabbakal ladzi ahbab taniy lahu” untuk membalas khabar cinta karena Allah.
Masya Allah....begitu indahnya persaudaran yang baru kali ini kulihat lagi. Tembok kokoh rumah sakit tempatku berada selama ini hanya bisa melunturkan sendi-sendi keimanan. Dan juga ukhuwah di antara kami.
Di tempat ini, ukhuwah itu kembali tumbuh. Tumbuh dari akarnya yang dulu. Akar yang sama, tapi ranting dan dedaunan yang berbeda. Berbeda karena ukhuwah itu telah berganti dengan semangat persaudaran yang tumbuh kembali karena Allah. Berbeda karena ukhuwah itu akan semakin membara seiring waktu, insya Allah.
Aku akan menyesal jika tidak berada di tempat ini. Sungguh sejuk hatiku. Setetes embus jatuh di atasnya. Tepat di atasnya. Masya Allah. Pertemuan dengan akhwat kali ini sungguh berkesan, dalam hingga merasuk jauh ke dalam qalbu.
Jika bukan karena kemurahan Allah, tentulah aku tidak berada di sini. Alhamdulillah wa syukurillah. (April 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar